REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komoditas bawang putih akhir-akhir ini kembali menjadi fokus pemberitaan sejumlah media lantaran pemerintah membuka keran impor 100 ribu ton kepada Perum Bulog. Namun, penugasan impor itu tidak disertai wajib tanam seperti yang diwajibkan kepada para importir bawang putih di Indonesia.
Ditugaskannya Bulog untuk mengimpor bawang putih akibat terjadi kenaikan harga dalan negeri yang drastis. Menurut Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), rata-rata harga bawang putih secara nasional terus mengalami kenaikan.
Pada Senin (1/4), bawang putih dihargai Rp 34.950 per kilogram (kg). Hingga akhir pekan lalu, Jumat (5/4), harga cenderung meningkat menjadi Rp 36.659 per kg.
Di DKI Jakarta dan sekitarnya, pekan lalu harga sudah menembus Rp 53.350 per kg. Padahal, harga normal bawnag putih hanya sekitar Rp 20 ribu per kg. Harga normal yang murah itu, karena lebih dari 90 persen bawang putih dipenuhi kebutuhannya dari pasokan impor yang murah dan mayortias berasal dari Cina.
Lantas, penugasan impor kepada Bulog menimbulkan pertanyaan. Yakni pada efektivitas program wajib tanam importir. Khususnya, terkait keberlangsungan perizinan impor bawang putih yang diberikan kepada importir setelah menyelesaikan kewajiban tanam sebanyak 5 persen dari kuota impor yang akan diberikan pemerintah.
Sebab, jika importir tak bisa melaksanakan kewajibannya, rekomendasi impor tak akan diberikan. Bahkan, pemerintah bisa memasukkan importir yang bersangkutan ke dalam ‘daftar hitam’ jika berani mempermainkan komoditas itu untuk mendulang untung sebesar-besarnya.
Namun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, berdalih program wajib tanam bawang putih bagi para importir berlangsung baik. Ia mengatakan, area pertanaman bawang putih terus bertambah sejak kebijakan itu diluncurkan 2017. Hingga saat ini Kementan mengklaim, area pertanaman bawang putih sudah mencapai 11 ribu hektare.
Memasuki 2019, pihaknya menargetkan peningkatan luas tanam menjadi 20 hingga 30 ribu hektare. Peningkatan drastis itu diklaim karean seluruh bawang yang ditanam oleh importir, seluruhnya kembali dijadikan bibit untuk di tanam kembali.
Sementara, bawang putih yang dikonsumsi masyarakat, baik yang dibeli dari toko ritel modern maupun pasar tradisional merupakan bawang putih impor. “Intinya, dulu seperti bawang merah. Gaduh-gaduh sedikit, tapi pada akhirnya ekspor,” kata Amran saat ditemui di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Sebagai informasi, komoditas bawang merah mulai disetop impornya pada tahun 2016. Sebelumnya, tahun 2014 dan 2015 pemerintah mengimpor komoditas tersebut masing-masing 74.903 ton dan 17.428 ton. Setelah impor disetop tahun 2016, Kementan mengekspor bawang putih pada 2017 ke sejumlah negara tetangga.
Ekspor bawang merah itu diakui BPS, dimana pada tahun 2017 Indonesia mengekspor 7.750 ton bawang merah.
Amran mengakui, beberapa kebijakan pertanian yang ia buat selama memimpin institutsi Kementerian Pertanian kerap kali membuat gaduh. Namun, menurut dia, hal itu wajar karena target yang ingin dikejar pemerintah juga besar.
Yakni mengantarkan Indonesia untuk bisa swasembada bawang putih pada 2021 mendatang. Ia pun mengakui, banyak pelaku usaha pertanian yang saat ini tidak suka kepada institusi yang tengah ia pimpin akibat kebijakannya.
Sejak Mei 2017, pasca Satgas Pangan dibentuk, Kementan bersama Kementerian Perdagangan menggencarkan operasi penindakan terhadap pelaku usaha sektor pertanian yang diduga melakukan pelanggaran. Hingga saat ini, Amran mengatakan sedikitnya ada 728 pelaku udaha yang telah ditindak, dimana, 21 orang diantaranya berasal dari sektor usaha hortikultura.
Direktur Jenderal Hortikultura Kementan, Suwani, kepada Republika, menegaskan, swasembada bawang putih pada 2021 tergantung bagaimana upaya yang tengah dilakukan saat ini. Suwandi menjelaskan, penanaman bawang putih di dalam negeri, selain dilakukan oleh para importir, juga menggunakan anggaran negara.
“Kalau disipilin, importir terus menanam dan anggaran negara juga dipakai dengan baik, itu bisa dicapai kalau konsisten,” ujarnya.
Mulai tahun ini, menurut Suwandi, importir tak lagi perlu mengimpor bibit bawang putih untuk ditanam di dalam negeri. Sebab, pasokan lokal mulai bisa mencukupi untuk disebar dan ditanam kembali.
Sementara, pasokan untuk konsumsi selama setahun, yakni sekitar 500-600 ribu ton tetap diimpor secara penuh tanpa dikurangi. Namun, kata Suwandi, pihaknya tak akan segan-segan untuk memberikan sanksi kepada importir jika ada menyalahi aturan.
http://bit.ly/2G6yb5p
April 07, 2019 at 08:22AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Gaduh-gaduh Sedikit, Tapi Akhirnya Bisa Ekspor"
Post a Comment