Sultan Mehmed II menjadi jawaban dari bisyarah Rasulullah yang tertera pada hadistnya. “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” (HR Ahmad bin Hanval Al Musnad).
Hadist ini yang mendorong Sultan Mehmed II berusaha keras menaklukkan Konstantinopel. Berbagai metode dan strategi dilakukan meskipun tak jarang menemui kegagalan. Pada 20 Jumadil Awal 857 H bertepatan dengan 29 Mei 1453 M, Al Fatih beserta bala tentaranya berhasil menaklukkan Konstantinopel.
Dia sukses memasuki wilayah Konstantinopel dengan membawa serta kapal-kapal mereka melalui perbukitan Galata, untuk memasuki titik terlemah Konstantinopel, yaitu Selat Golden Horn. Ketika itu, Sultan Mehmed II beserta ribuan tentaranya menarik kapal-kapal mereka melalui darat.
Meski ada tentaranya mengatakan kemustahilan untuk melakukan startegi tersebut. Namun, Mehmed II tidak gentar. Dia dengan tegas mengatakan kepada seluruh tentaranya untuk bergegas dan melaksanakan strategi tersebut.
Tujuh puluh kapal diseberangkan melalui bukit hanya dalam satu malam, saking hebatnya Sastrawan Yoilmaz Oztuna berkata, “Tidaklah kami pernah melihat atau mendengar hal ajaib seperti ini, Mehmed telah menukar darat menjadi lautan dan melayarkan kapalnya di puncak gunung. Bahkan usahanya ini mengungguli apa yang pernah diilakukan oleh Alexander The Great.”
Namun apa sesungguhnya yang luar biasa di balik sukses Mehmed II?
Sehari sebelum berjalannya strategi itu, ia memerintahkan semua tentaranya untuk berpuasa pada siang hari dan shalat Tahajud pada malam harinya sebelum berperang untuk meminta kemenangan kepada Allah. Alhasil, Mehmed II berhasil membawa kemenangan dengan menaklukkan Konstantinopel dan memimpinnya menjadi lebih baik dari sebelumnya. Ia melindungi seluruh rakyat di sana, baik Muslim maupun non-Muslim.
Setelah kemenangan itu, Mehmed II kemudian diberi gelar Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk konstantinopel yang mewujudkan janji Rasulullah. Mehmed II memang terkenal sebagai sultan yang saleh. Semasa hidupnya, dia tidak pernah meninggalkan shalat fardu, shalat sunah, shalat Tahajud, dan berpuasa. Sejak ia berusia delapan tahun, ia telah menghafal Alquran dan menguasai tujuh bahasa berbeda, yaitu Arab, Latin, Yunani, Serbia, Turki, Parsi, dan Ibrani.
Setelah ia memimpin Konstantinopel selama 19 tahun, dia berencana menaklukkan Roma. Hanya, saat ingin melaksanakan cita-citanya, Al Fatih wafat. Dia menghadap Ilahi pada 3 Mei 1481 karena sakit sewaktu dalam perjalanan jihad menuju pusat Imperium Romawi Barat di Roma, Italia. Ada yang mengatakan wafatnya Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Ya’qub Basya, Allahu a’lam.
Lalu mengapa Mehmed II mampu menjadi “sebaik-baik pemimpin dan memiliki sebaik-baik pasukan?”
Rasulullah bersabda, “Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, lalu kedua orang tuanya lah yang menjadikannya sebagai seorang yahudi, nasrani & majusi (penyembah api). (HR. Muslim No.4807)
Sabda Rasul di atas menjelaskan bagaimana berpengaruhnya orangtua terhadap masa depan anaknya. Kita bisa belajar dari Sultan Murad yang punya peran besar dalam membentuk Muhammad Al-Fatih yang kelak menjadi penakluk kota Konstantinopel.
Apa saja yang dilakukan Sultan Murad II ayahanda Mehmed II??
1. Bersahabat dengan Anak
Sultan Murad pada anaknya sangat bersahabat. Aktivitas setelah bangun tidur yang dilakukan Sultan adalah mengajak anaknya Shalat Subuh lalu menikmati fajar sembari bercengkrama dengan suasana yang menyenangkan. Di setiap mereka berjalan menikmati udara fajar, tangan Sultan tak lepas dari menggenggam tangan Mehmed.
Sultan Murad tidak sedang memanjakan Mehmed. Sultan hanya ingin Mehmed merasakan ayahnya selalu ada untuknya hingga Mehmed tidak sungkan untuk bercerita. Mehmed tak perlu mengadu pada yang lain, Ayahnya sudah lebih dari segalanya.
Andai Mehmed hidup di masa kini, Mehmed tak akan mengadu pada Facebook. Sangat disayangkan saat ini banyak anak-anak yang lebih dekat dengan gawai dibandingkan dekat dengan orang tuanya.
Kita bisa belajar dari Sultan Murad bagaimana bersahabat dengan anak-anak kita. Karena jika orang tua hanya sibuk dengan pekerjaannya, jangan salahkan jika di luar rumah anak-anak akan mencari pelarian dengan alasan untuk diperhatikan orang lain. Jadilah mereka berperilaku buruk, kerjanya berantem, ngomong kotor, bolos sekolah, dan lain-lain.
2. Motivasi dengan Ucapan yang Baik
Sedih jika mendengar ada orang tua yang membentak anaknya dengan ucapan-ucapan kasar hingga sang anak tak percaya dengan dirinya sendiri. Sang anak merasa lemah dan tak punya kemampuan apa-apa.
Saat anak terjatuh, ibunda langsung berucap, ”Duh, dasar anak bodoh. Sudah dibilangin diam-diam aja, gak bisa banget diam.”
Saat anak sudah bisa berjalan dan pandai berbicara biasanya anak ingin melakukan hal-hal yang baru, misalnya memanjat pohon, biasanya orangtua akan melarang dengan alasan takut anaknya jatuh lalu keluarlah kalimat, "Udah, kamu gak akan bisa manjat pohon itu. Jangan macem-macem nanti kamu jatuh.”
Tahukah jika orang tua seperti itu, maka yang terjadi sang anak akan merasa bahwa dirinya memang tidak bisa, merasa dirinya memang bodoh. Makanya banyak anak yang tidak mandiri.
Belajarlah dari Sultan Murad, Ayah yang sukses melahirkan “sebaik-baik pemimpin”. Sultan Murad setiap hari selalu memberikan motivasi dengan kalimat yang baik bahkan mungkin bagi orang lain adalah gila. Tapi keyakinan dan kepercayaan Sultan pada anaknya membuat anaknya semakin berani dan percaya diri.
Setiap hari Sultan mengajak anaknya duduk di puncak menara masjid yang tertinggi, lalu Sultan menunjuk tangannya jauh di sebuah cakrawala. Apa yang disampaikan Sultan? Sultan menyampaikan motivasi, visi pada seorang anak yang masih sangat kecil.
“Mehmed, lihatlah! Di depan, jauh di depan sana, di sanalah Konstantinopel. Kota itu adalah salah satu pusat dari kekufuran. Ibu kota Romawi Timur yang sangat kuat. Kota itu akan jatuh ke dalam kekuasaan Islam. Dan engkaulah, Insyaallah, yang akan menaklukkannya kelak.”
Setiap hari dimotivasi dengan kalimat-kalimat yang baik, membuat Mehmed sangat percaya diri dan membuatnya semangat belajar.
3. Berikan Guru Terbaik
Sultan Murad punya mimpi untuk menaklukkan Konstantinopel dan mimpinya itu diwariskan pada anaknya Mehmed II. Maka Sultan harus memberikan yang terbaik pada anaknya termasuk dalam pendidikan.
Sejak kecil Mehmed telah diajari oleh seorang Ulama besar yang nasabnya tersambung sampai pada sahabat Abu Bakar ash-Shiddiq, Syaikh Aaq Syamsuddin namanya. Syaikh Aaq Syamsuddin punya peran besar dalam menjadikan Mehmed sebagai pemimpin dunia. Ilmu dan nasehat menjadi semacam makanan pokok tak tergantikan. Hingga jadilah Mehmed II sebagai sebaik-baik pemimpin yang pernah disabdakan Rasul.
(29 Mei 1453-29 Mei 2019)
TENTANG PENULIS
MUHAMMAD RAMLI RAHIM, Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonesia
http://bit.ly/2VVpJdW
May 30, 2019 at 02:50PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mengapa Muhammad Al Fatih Menjadi Sebaik-baiknya Pemimpin?"
Post a Comment