REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun tidak berkesempatan pulang ke tanah kelahirannya, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani menaruh perhatian yang besar pada perkembangan Islam di Nusantara.
Selama di Makkah, dia akrab dengan komunitas Jawi. Beberapa gurunya di Haramain berasal dari Nusantara. Sebut saja Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, Syekh Abdul Wahhab Bugis, Syekh Abdul Rahman al-Batawi, dan Syekh Dawud al-Fathoni.
Di luar itu, Abdus Shamad diketahui juga berguru kepada sejumlah alim ulama termasyhur di Tanah Suci, yakni Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Sammani, Syekh Muhammad bin Sulaiman al-Kurdi, Syekh Abdul Mu’nim al-Damanhuri. Kemudian, ada pula Syekh Ibrahim al-Ra’is (pakar ilmu falak), Syekh Muhammad Murad (sejarawan, pakar hadits, mufti mazhab Hanafi, berjulukan ‘Istananya Ilmu Pengetahuan’), Syekh Muhammad al-Jauhari (pakar ilmu hadits), dan Syekh Athallah al-Masri (pakar ilmu hadits).
Azyumardi Azra dalam The Origin of Islamic Reformism in Southeast Asia menyimpulkan, perjalanan intelektual Syekh Abdus Shamad al-Palimbani begitu diuntungkan dengan konteks zaman Haramain pada masa itu.
Sebab, daerah tersebut menjadi titik pertemuan para cendekiawan unggul dari penjuru Dunia Islam. Di sinilah mereka dengan giat menyebarkan ilmu dan berdiskusi. Sebagai contoh, Abdus Shamad dapat menulis salah satu karya terawalnya, Zuhrat al-Murid fi Bayan Kalimat al-Tauhid, dengan sedemikian komprehensif. Zuhrat al-Murid tidak lain adalah catatan penulisnya sendiri dari kajian-kajian yang dihadirinya.
Kajian ini diadakan ulama besar asal Kairo, Ahmad al-Damanhuri, yang dalam periode tertentu berkunjung ke Makkah. Zuhrat al-Murid disusun dengan bahasa Melayu dan membahas seputar ilmu logika (mantiq) dan teologi (ushuluddin).
Azra menjelaskan, Syekh Abdus Shamad al-Palimbani banyak menghabiskan waktu di Tanah Suci dengan mengajar dan menulis karya. Sepanjang kariernya, dia menekuni antara lain ilmu hadits, fikih, syariah, tafsir, kalam, dan tasawuf. Dalam bidang studi yang tersebut terakhir itu, menurut Azra, ulama masyhur ini lebih memberikan fokus.
Syekh Muhammad bin Abdul Karim al-Sammani merupakan guru utamanya untuk mendalami tasawuf. Karena pengaruh dari gurunya tersebut, dia akhirnya memilih tarekat Khalwatiyyah dan Sammaniyyah.
Lima tahun lamanya al-Sammani memberikan pengajaran di Madinah. Tidak jarang Syekh Abdus Shamad diminta untuk mengajar beberapa murid gurunya itu yang datang ke Madinah. Menurut Azra, perkembangan tarekat Sammaniyyah di Sumatra Selatan dan Nusantara pada umumnya tidak lepas dari peran besar Syekh Abdus Shamad al-Palimbani dalam masa ini.
http://bit.ly/2IbSBfN
April 08, 2019 at 05:13PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Syekh Abdus Shamad al-Palimbani di Tanah Suci"
Post a Comment