REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pihak Istana Presiden menegaskan posisinya dalam penuntasan kasus Hak Asasai Manusia (HAM), termasuk terkait peristiwa Talangsari yang terjadi pada 7 Februari 1989 silam.
Kepala Staf Presiden Moeldoko menjelaskan bahwa sejak awal Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan Jaksa Agung untuk memilah kasus-kasus mana yang bisa lebih dulu diselesaikan. Presiden, ujar Moeldoko, ingin agar seluruh kasus bisa diselesaikan untuk menegakkan keadilan bagi para korban dan keluarga korban.
Moeldoko juga mengingatkan bahwa Presiden sendiri telah menemui keluarga korban pelanggaran HAM di masa lalu di Istana Merdeka pada Mei 2018 lalu. Menurutnya, hal itu menunjukkan sikap Presiden yang ingin menyelesaikan seluruh kasus HAM, termasuk peristiwa Talangsari.
"Waktu kamisan datang ke istana, kan ada Jaksa Agung, ada Menkopolhukam, ada Komnas HAM, ada LPSK. Sudah jelas, presiden memerintahkan pada Jaksa Agung untuk melakukan terhadap hal-hal mana yang bisa diselesaikan. Berikutnya, terhadap hal mana yang perlu segera dipenuhi agar proses hukum bisa segera berjalan," jelas Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jumat (8/2).
Meski begitu, Moeldoko menyebut pemerintah tidak bisa mengintervensi berjalannya proses hukum. Di luar itu, kata dia, Presiden telah melakukan dorongan-dorongan kepada penegak hukum untuk menuntaskan kasus-kasus HAM di masa lalu.
"Berkasnya bagaimana? Sudah P21 atau belum? Ada proses-proses itu yang harus dipenuhi. Kalau sudah begitu, kita nggak bisa lagi mengintervensi sebuah proses. Tapi dorongannya yang penting," kata Moeldoko.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menyatakan pengembalian berkas perkara pelanggaran HAM berat ke Komisi Nasional (Kommas) HAM. Berkas tersebut dinilai masih memiliki banyak kekurangan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Mukri menjelaskan, jaksa peneliti telah meneliti berkas-berkas perkara yang dilimpahkan ke Kejaksaan.
Sembilan berkas dikembalikan Kejaksaan ke Komnas HAM pada 27 November 2018. Berkas yang dikembalikan adalah peristiwa 1965-1966; peristiwa Talangsari, Lampung, 1998; peristiwa penembakan misterius 1982-1985; peristiwa kerusuhan Mei 1998; peristiwa pengilangan orang secara paksa 1997-1998; peristiwa Wasior dan Wamena; serta peristiwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II; lalu peristiwa Simpang KAA 3 Mei 1999 di Provinsi Aceh dan peristiwa Rumah Geudong dan Pos Sattis di Provinsi Aceh.
Sebagai informasi, peristiwa Talangsari merupakan peristiwa berdarah yang terjadi pada masa Orde Baru. Diduga peristiwa ini merupakan penyerangan aparat militer ke sebuah pesantren di Dusun Talangsari. Pesantren tersebut bernama Pesantren Warsidi. Kasus Talangsari hingga kini dianggap sebagai potret ketakutan rezim Orde Baru terhadap kelompok-kelompok Islam yang pada saat itu dinilai mulai menentang pemerintahan berkuasa.
http://bit.ly/2GdQBmd
February 08, 2019 at 07:03PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "30 Tahun Kasus Talangsari, Istana: Tak Bisa Intervensi Hukum"
Post a Comment