REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian akan memisahkan antara usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan kategori traders dan makers. Kategorisasi ini dibutuhkan untuk membuat peraturan yang lebih tepat dalam mengembangkan potensi UMKM. Khususnya dalam memanfaatkan platform online seperti e-commerce.
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Kreatif, Kewirausahaan dan Daya Saing Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Kemenko Perekonomian Rudy Salahuddin menjelaskan, kondisi Indonesia saat ini adalah melihat UMKM secara ‘gelondongan’. Artinya, mendata mereka sebagai satu entitas yang sama.
"Tapi, kita tidak pernah bedah apakah mereka sekadar traders atau makers," ujarnya dalam acara Kadin Entrepreneurship Forum di Jakarta, Rabu (27/2).
UMKM traders yang dimaksud Rudy adalah re-seller. Mereka menjual barang jadi dari produsen dalam negeri ataupun luar negeri. Kategori ini sering ditemukan di marketplace seperti Bukalapak dan Tokopedia. Umumnya, barang yang dijual adalah kerajinan tangan (craft).
Sedangkan, UMKM makers sama seperti industri manufaktur. Mereka mengolah sendiri dari bahan baku menjadi bahan jadi untuk kemudian dijual ke konsumen ataupun produsen lain.
"Untuk makanan, kebanyakan dari makers ini," ujar Rudy.
Keduanya memiliki karakter berbeda. Kalau traders, apabila usaha mereka tidak laku dalam hitungan bulan, mereka dapat berpindah ke produk lain dalam jangka waktu pendek. Tidak seperti UMKM makers yang harus melakukan kajian dan proses produksi dari awal lagi, sehingga untuk berjualan kembali, tidak dapat seinstan UMKM traders.
Saat ini, menurut Rudy, proporsi UMKM makers di platform e-commerce masih terlampau sedikit dengan persentase tidak sampai 30 persen. Apabila dibiarkan, dikhawatirkan pengusaha Indonesia hanya bertindak sebagai ‘pengadah’.
Nilai tambah yang mereka dapatkan pun cenderung sedikit, terutama ketika produk tersebut berasal dari luar negeri atau impor.
Oleh karena itu, Rudy menjelaskan, pemerintah akan mendorong UMKM makers untuk lebih banyak masuk ke platform e-commerce. Salah satunya dengan membuat kebijakan yang tepat untuk membina mereka.
"Saat ini, kita masih kalah jauh dengan Thailand yang kebanyakan produksi sendiri," ujarnya.
Kini, pemerintah masih terus membedah data mengenai UMKM traders dan makers ini. Dengan pembedaan, Rudy berharap, pemerintah dapat membuat regulasi yang lebih terarah. Khususnya dalam menggenjot UMKM makers untuk memiliki daya saing tinggi di tingkat global.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) M Ikhsan Ingratubun menyambut baik upaya kategorisasi UMKM trader dan maker. Upaya ini diharapkan mampu mendukung industri kecil dan menengah (IKM) yang bergerak di sektor manufaktur. "Sebab, mereka membutuhkan perhatian lebih," tuturnya ketika dihubungi Republika.
Ikhsan mengakui, tantangan terbesar UMKM maker atau bisa juga disebut sebagai IKM ini adalah akses terhadap modal dan pasar. Tapi, seiring dengan variasi platform kredit seperti financial technology (fintech), poin kedua merupakan tantangan terbesar saat ini. Tidak sedikit di antara mereka yang kerap mengalami kesulitan saat mempromosikan produk ke pasar.
Tantangan lain yang juga kerap dihadapi UMKM, baik maker ataupun trader, yaitu pemahaman terhadap teknologi. Memasuki era revolusi industri 4.0, pemanfaatan teknologi telah menjadi kemampuan yang wajib dimiliki, namun belum semua pengusaha UMKM menguasainya. Ikhsan berharap, pemerintah dapat terlibat aktif dalam membantu mengatasi permasalahan ini.
Tapi, Ikhsan menegaskan, bukan berarti UMKM traders dapat dikesampingkan begitu saja. Sebab, meski hanya bertindak sebagai reseller, mereka juga berkontribusi atas pertumbuhan ekonomi melalui penyerahan pajak. "Pemerintah harus tetap adil dan seimbang," ucapnya.
https://ift.tt/2VnG9Ms
February 27, 2019 at 04:26PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pemerintah akan Kelompokkan UMKM Berdasarkan Dua Kategori"
Post a Comment