Oleh: Ilham Bintang, Jurnalis Senior
Sydney menyambut ramah Rabu (27/2) siang ini. Langit cerah. Suhu 26 derajat. Penghujung summer. Pengemudi taxi asal Sukabumi, Tato Suharto (69 tahun) mengantar kami ke hotel di kawasan City.
Saat mengangkat koper di bandara tadi, Tato merekam wajah saya sambil menyorong pertanyaan. “ Dari Malaysia?,” tanyanya.
“Bukan. Saya dari Indonesia,” jawab saya.
“ Ouw sama dong dengan saya,” sambarnya.
Tato sudah 45 tahun di Sydney, Australia. Dia bercerita banyak tentang orang- orang Indonesia yang sukses di Sydney. Dalam perjalanan, dia sempat menunjuk gedung tinggi warna coklat yang tampak cukup mencolok.
“ Itu milik Sisca Sudomo,” katanya, pas mobil melintas depan gedung tersebut. “ Ingat Sisca Sudomo, kan?,” tanyanya tanpa menunggu jawaban.
Dan, Tato sendiri bisa disebut sosok sukses di Sydney. Sudah punya rumah sendiri di kota utama Australia itu. Dia tinggal berdua dengan isterinya, wanita asal Cikembar, Sukabumi, satu kampung dengan Tato. Tiga anaknya jadi semua. Satu ahli IT tinggal di London. Satu lagi sarjana tehnik sipil. Yang perempuan, sarjana arsitektur. Dua yang disebut terakhir tinggal di Sydney juga cuma beda rumah.
“ Tinggal cucu yang belum punya,” ujarnya sambil tertawa.
Kapal Tanker
Tamat STM I Budi Utomo, Jakarta, Toto remaja diajak pamannya bekerja di kapal tanker. Dengan kapal itulah ia berkeliling separuh dunia. Paling berkesan waktu ke Iraq. “ Masa itu Iraq masih mesra-mesranya dengan Amerika, “ kisahnya.
Ia masuk Sydney tahun 1974. Tahun 1979 ia pulang ke Sukabumi untuk menikah. Setahun kemudian ia pun memboyong isterinya ke Australia.
“Saya pulang tiga tahun sekali ke Indonesia. Bulan Mei tahun ini kami akan pulang berlebaran di kampung. Mudik,” ungkapnya.
Di kampung ia juga memiliki beberapa rumah serta kebon yang cukup luas. Ketika ditanya, Tato menganggap walaupun ia telah memiliki kelengkapan hidup seperti rumah, pekerjaan, dan penghasilan tetap, tapi yang ideal adalah tinggal dan hidup di negeri sendiri.
“Usia saya sudah hampir 70 tahun. Mestinya sudah pensiun di Sukabumi. Kumpul sama seluruh keluarga. Tapi mau bagaimana lagi? Anak -anak tidak ada yang mau pulang,” papar Tato yang masih tetap mempertahankan kewarganegaraannya.
“ Pilih siapa nanti waktu Pilpres ?” Tanya saya.
“ Pilih yang paling pantas jadi pemimpin, “ jawabnya tanpa mengurai lagi.
Dia benar. Pilihan mestinya memang menjadi hak pribadi setiap orang. Biarkan dia hanya berkaca pada hati nuraninya sebelum memutuskan pilihannya.
Oh, iya, menurut jadwal, kami mestinya tiba di Sydney pagi hari. Ini lambat tiga jam karena pesawat Garuda GA 712 yang kami tumpangi mengalami kerusakan pada saat boarding semalam. Penumpang sempat turun dari pesawat karena perbaikan memerlukan waktu sekitar 3 jam.
Akhirnya pesawat take off pukul 01.15 WIB dari rencana semula pukul 22.15. Tapi penerbangan yang menelan waktu 6 jam 50 menit amat nyaman. Bisa tidur pulas, sampai dibangunkan pramugari dua jam sebelum landing. Sambil menyajikan sarapan.
Hanya ada seorang penumpang yang saat turun menunggu di Lounge Garuda di Soekarno Hatta, memilih tidak melanjutkan penerbangan.
Andaikata pesawat tidak mengalami gangguan teknis, atau terbang tepat, niscaya kami tidak akan ketemu Tato Suharto.
Dan, tentu saja tidak ada cerita ini. Maka benar kata kitab suci. Selalu ada hikmah di balik suatu peristiwa.
https://ift.tt/2NvpuUk
February 27, 2019 at 04:07PM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pilpres dan Pengemudi Taxi Sydney Asal Sukabumi"
Post a Comment