Search

A Hassan: Guru Pak Natsir, Kawan Debat Bung Karno (10-Habis)

Menyimak lagi debat antara Hassan dan pendukung Ahmadiyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tamar Djaja dalam bukunya, Riwayat Hidup A Hassan (1980) mendeskripsikan jalannya perdebatan antara A Hassan dan kalangan Ahmadiyah. Kejadiannya itu berlangsung pada September 1933 di Gang Kenari, Batavia (Jakarta).

Kubu Ahmadi diwakili dua orang, Abu Bakar Ayyub dan Maulana Rahmat Ali. Adapun lawannya, Hassan seorang.

Pada masa itu, kelompok Ahmadiyah cukup gencar mengampanyekan ajarannya. Orang-orang setempat kemudian meminta Hassan untuk beradu argumen dengan mereka.

Hassan menyanggupi undangan itu. Sesampainya di Jakarta, dia sempat meminta adanya moderator debat, tetapi ditolak oleh kubu Ahmadiyah.

Sebagai informasi, organisasi Ahmadiyah berpusat di India dan didirikan Mirza Ghulam Ahmad pada 1889. Saat itu, India merupakan wilayah jajahan Britania Raya.

Kembali ke ajang adu argumen. Ada beberapa poin perdebatan. Misalnya, soal “kenabian” Ghulam Ahmad. Di sekitar arena debat, ramai orang berkumpul untuk menyaksikannya.

Tiba giliran berbicara, Hassan lalu menyebutkan sebuah “hadits” yang berbunyi, “Di hari Rasulullah SAW meninggal, bumi berteriak. Katanya (bumi): ‘Ya Allah, apakah badanku ini akan Engkau kosongkan daripada diinjak oleh kaki-kaki nabi sampai Hari Kiamat?' Maka Allah berfirman kepada bumi: ‘Aku akan jadikan di atas badanmu (di atas bumi) manusia yang hatinya seperti nabi-nabi.’”

Abu Bakar Ayyub lantas mendesak Hassan untuk menjelaskan riwayat “hadits” tersebut. Hassan menunjukkan isyarat pura-pura tidak tahu. Seketika, Abu Bakar dan para pendukungnya bersorak-sorai.

Mereka karena merasa mubaligh Persatuan Islam (Persis) itu sudah kalah. Namun, Hassan kemudian bertanya, “Apakah Tuan suka dengan ‘hadits’ ini? Bila Tuan suka, silakan pakai. Bila tidak, silakan tolak.”

Begitu riuh-rendah mereda, Hassan menjelaskan, kata-kata yang disangka mereka hadits itu sesungguhnya dapat ditemukan pada kitab karya Mirza Ghulam Ahmad.

Hassan tidak hanya menyebutkan judul kitab tersebut, yakni Tuhfah Baghdad, tetapi juga memerinci penerbitnya (Punjab Press Sialkot), tahun terbitnya (Muharram 1311 Hijriah), dan bahkan halaman yang menjadi lokasi “hadits” tersebut (halaman 11).

Mendengar nama panutannya disebut-sebut, Abu Bakar pucat pasi. Hassan lalu menyuruhnya untuk bertanya langsung kepada Mirza Ghulam tentang siapa perawi “hadits” itu dan dari kitab mana diambilnya.

Apalagi, di sana disebutkan bahwa 'bumi berteriak.' Tentu, teriakan itu akan didengar banyak orang. “Siapa saja dia? Tanyakan kepada ‘nabi’ Mirza,” ujar Hassan.

Demikianlah, semangatnya berdakwah dalam mengajak kaum Muslimin agar kembali kepada Alquran dan Sunnah serta menjauhi segala bentuk penyimpangan.

Akhir hayat

Pada 1941, Hassan hijrah ke Bangil (Jawa Timur). Di sana, dia mendirikan Pesantren Persis, yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki maupun perempuan. Selain itu, dai yang sudah menginjak usia 54 tahun itu juga tetap intens menuliskan pemikirannya, baik dalam bentuk buku, majalah, artikel, maupun surat.

Hassan pergi berhaji pada 1956. Di Tanah Suci, dia jatuh sakit. Beberapa waktu setelah kembali ke Tanah Air, datang pula penyakit baru, yakni kakinya lecet. Luka itu membekas infeksi yang cukup parah, sampai-sampai kakinya harus diamputasi. Pada 10 November 1958, figur kharismatik ini berpulang ke rahmatullah.

Baca juga: A Hassan: Guru Pak Natsir, Kawan Debat Bung Karno (9)

Let's block ads! (Why?)



http://bit.ly/2N6lTfh

February 14, 2019 at 07:40PM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "A Hassan: Guru Pak Natsir, Kawan Debat Bung Karno (10-Habis)"

Post a Comment

Powered by Blogger.