Search

Ditangguhkan Sementara, Umat Islam Jangan Mengeluh

Ditangguhkan Sementara, Umat Islam Jangan Mengeluh

Oleh: DR Margarito Kamis, Pakar Hukum Tata Negara

Jumat, hari indah, hebat di antara hari-hari dalam seminggu, yang beberapa hari lalu terdengar direncanakan untuk tak diisi dengan Solah Jumat, benar-benar terjadi di sejumlah Masjid.  Hari indah itu mungkin kini dirasa sebagian ummat sebagai hari berat dan sedih. Mulai Jumat hari ini, Ummat muslim tak bisa menunaikan sholat Jumat di Masjid. Dua pekan, InsyaAllah, penundaan itu.

Hebat, AA Gim, Kiyai yang saya tutur katanya pada setiap kesempatan itu, dengan rendah hati mematuhi imbauan itu. Kiyai ini pun kabarnya akan menangguhkan sholat Jummat di Masjidnya, di lingkungan pesantrennya. Dewan Masjid Indonesia juga meresponnya. Mereka bahu-membahu, aktif menyebarkan fatwa MUI soal ini. Alhamdulillah.   

Jamaah yang terbiasa ngaji di Masjid sebelum atau menjelang masuk waktu Jumatan, mungkin, bahkan dapat dipastikan sedih. Lantunan ayat suci Al Qur’an menjelang waktu Jumatan tak terdengar di beberapa Masjid hari ini. Sungguh terasa aneh. Benar-benar terasa kurang di hari Jumat ini.

Tapi mau apa? Keadaan tak memungkinkan. Kedaan nyata betul-betul menakutkan. Virus ini benar-benar ganas. Dari waktu ke waktu jumlah orang yang diidentifikasi terinfeksi terlihat bertambah. Terlihat mulai menggurita Indonesia.  Bila ikhtiar tak maksimal, semua orang berpotensi terinfeksi. Mengerikan.

Jangan sombong. Jangan takabur. Mari berikhtiar. Lakukan dengan sungguh-sungguh. Ikhtiar terhadap satu sebab nyata dengan akibat yang pasti, termasuk menangguhkan sementara Jumatan, entah bagaimana hukum syariahnya, terasa sangat perlu.

Mari mematuhinya, sekalipun mungkin sedih akan menemanimu karena harus meninggalkan Jumat yang selalu istimewa itu. Mungkin sedih, karena tak bisa  bersalaman sembari sholawatan khas jamaah jumatan di Masjid tertentu sehabis sholat. Mungkin sedih, karena silaturrahim antar jamaah yang terjalin dengan dan dalam Jumatan, yang begitu massif pun harus terputus, tertunda untuk sementara.

Pedagang-pedagang kecil mungkin sedih. Mereka  yang terbiasa menjual dagangan ala kadarnya, saya tak memperoleh informasi untuk Jumat hari ini, dapat diduga tak bakal terlihat di sekitar Masjid. Bila pun ada, pasti tak seramai biasanya. Siapa mau beli? Lha orang tak bisa datang sholat di Masjid ko pedagang mau jualan? Kalau ada yang beli, jelas tak setara Jumat biasanya.

Itulah sebagian kecil akibat, non klinis, tetapi fundamental yang dibawa Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) berbahaya ini. Orang-orang, siapapun mereka, apapun agama mereka kini, diimbau, bukan dipaksa menurut hukum oleh pemerintah untuk berada dirumah saja. Kerja dari rumah saja, tentu bagi yang bekerja tetap. Itu imbauan pemerintah. Patuhilah.

Dalam rangka mengurangi kontak fisik antarsesama, siapapun mereka, anak-anak sekolah di Jakarta, Depok, entah dimana lagi, telah diliburkan. Di DKI tindakan peliburan itu diprakrasai Anies Baswedan, Gubernur cerdas, cekatan dan sigap menangani virus mengerikan ini.

Di DKI Jakarta pula, Anies melangkah lebih jauh. Anies membatasi waktu operasi, bahkan membatasi jumlah penumpang Trans Jakarta. Terjalin dengan itu, kini terdengar Anies, tentu pemerintah daerah  akan melakukan tes massal sebagai langkah pencegahan. Hebat.

Sama dengan Anies, Walikota Depok, juga melangkah jauh memproteksi warganya. Beliau, telah mengumumkan keadaan luar biasa. Atas dasar itu, pemerintah Depok pun meliburkan ASN. Mereka dibenarkan kerja dari rumah. Terakhir Pak Wali juga menunda sebentar Jumatan. Itu mulai hari Jumat tanggal 20/3/2020 2ini. Alhamdulillah. Hebat.

Pemerintah DKI dan Pemerintah Kota Depok harus dikatakan tanggap, sikap dan cekatan. Betul-betul cekatan. Kebijakan demi kebijakan diambil dan didedikasikan pada keamanan kesehatan warganya. Mereka hebat. Mereka muncul dengan prakarsa sendiri, setidaknya sebagian kebijakan mereka mendahului pemerintah.

Kehebatan ini juga diperlihatkan Pemprov Jawa Barat dan Pemkot Bandung. Pemerintah Daerah Jawa Tengah juga tak bisa dikesampingkan dari spektrum ini. Sama, Ibu Khofifah, Gubernur Jawa Timur ini juga hebat. Beliau menyiapkan ratusan ruangan untuk mengantisipasi kemungkinan daerahnya terkepung wabah mematikan ini.

Kebijakan antisipatif pemerintah memang harus diintensifkan. Kadarnya harus  terukur, terpola, terkordinasi, terjangkau, masif  dan berkepastian. Mengapa? Faktanya sampai dengan tanggal 20 Maret aret saja jumlah orang yang terinfeksi virus binasa ini terus meningkat.

Jumlahnya telah menyentuh angka 369 kasus, 12 meninggal dunia (Innalillahi Wainnailaihi Roajiun) (RM,20/3/2020). Jumlah ini termasuk beberapa kasus terbaru dari Sulawesi Selatan, Sumatera Utara dan Kalimatan. Pada hari Kamis 19 Maret saja telah terjadi 82 kasus baru. Memang ada yang sembuh. Setidaknya hingga Kamis 19/3 sebanyak 15 pasien telah sembuh. Alhamdulillah. Semoga di hari-hari yang akan datang mereka yang sakit dapat segera sembuh. InsyaAllah.

Pemerintah terlihat mengejar ketertinggalannya dari Anies dalam menyerang, menangani sebaran virus ini. Pada tanggal 13 Maret yang lalu Presiden menerbitkan Kepres Tentang Gusus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019. Kepres berisi 14 pasal ini mengatur tindakan-tindakan pemerintahan yang diemban Gugus Tugas Percepatan Pencegahan Corona.

Kepres ini terlihat datangnya terlambat. Mengapa terlambat? Sebelumnya Pemerintah mengandalkan Kepres Nomor 4 tahun 2019 Tentang Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi, Merespons Penyakit, Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Bilogi dan Kimia. Tetapi kenyataan berkata lain. Orang-orang terinfeksi virus ini terus bertambah.

Di Jakarta saja, Gubenur DKI, nan cerdas dan sigap ini telah memetakan area sebaran virus ini. Menurutnya hampir seluruh Kecamatan di DKI terdapat kasus virus ini (CNNIndonesia, 14/3/2020). Enam hari sebelum tabngal 20/3 di DKI terdapat 6000 kasus (Tempo.co.id, 14/3/2020). Jumat  tanggal 20 Maret Pemda DKI telah menyatakan Jakarta menjadi epicentrum virus binasa ini.

Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 pun terbentuk. Diketuai Pak Jenderal Doni Munardo, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Jejak Jendral yang penampilanya terlihat sangat tenang dan fokus ini harus diakui sangat Oke. Beliau sangat kredibel. Pak Jendral dibantu dua orang wakil. Keduanya adalah Asisten Operasi Panglima TNI dan Asisten Operasi Kapolri. Anggota-anggotanya terdiri atas unsur-unsur Kementerian dan Lembaga Negara (Suranasional, 13/3/2020).

Menyusul Kepres ini, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Surat Edaran Nomor 440/2436/SJ Tentang Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) di lingkungan Pemerintah Daerah. Edaran berlaku hingga tanggal 31 Maret nanti. Lalu segera setelah itu, Pak Mendagri menemui Anies, Gubernur paling top dalam menangani virus berbahaya ini.

Setelah Pak Mendagri jumpa Pak Gubernur, ramai berita tentang wewenang lockdown. Inti beritanya adalah lockdown atau “Pembatasan Sosial Berskala Besar” menurut terminologi UU Nomor 6 Tahun 2018, adalah wewenang pemerintah pusat. Bukan wewenang pemerintah daerah. Dalam pertemuan itu Pak Mendagri menegaskan pesan Presiden Jokowi bahwa karantina wilayah atau lockdown merupakan wewenang pemerintah pusat (Detikcom, 17 Maret 2020).


 
 
  

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2UDeyYX

March 21, 2020 at 10:19AM

Bagikan Berita Ini

Related Posts :

0 Response to "Ditangguhkan Sementara, Umat Islam Jangan Mengeluh"

Post a Comment

Powered by Blogger.