REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jabar memprediksi pemasukan pajak dari empat sektor tidak akan sesuai dengan target yang mencapai Rp 36,127 triliun. Menurut Kepala Badan Pendapatan Daerah Provinsi Jawa Barat Hening Widiatmoko, dari empat sektor yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan, dan pajak rokok, ada satu yang belum optimal.
Menurutnya, tahun ini pajak yang dibebankan kepada Bapenda Jabar memang cukup besar. Dari perubahan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD-P), Bapenda Jabar mendapat kenaikan Rp 800 miliar.
"Semua berjalan normal untuk tiga wajib pajak. Hanya saja satu yang PKB memang belum maksimal," ujar Hening di acara Japar Punya Informasi (Japri) akhir pekan ini.
Hening mengatakan, dari data yang dihumpin Bapenda, pendapatan per Oktober yang masuk ke Bapenda di luar pajak rokok sekitar Rp 14,3 triliun. Data pajak rokok belum dimasukan karena terus berkembang. Sedangkan dari presentase terakhir Bapenda berhasil mengumpulan dana dari pajak sekitar 85,91 persen.
Untuk pajak tiga sektor lain, kata dia, sejauh ini berjalan normal dan diprediksi bisa dicapai. "Sementara untuk PKB belum tentu karena kekurangan pajak dari target ini sekitar Rp 251 miliar," katanya.
Angka ini, kata Hening, sangat krusial karena mayoritas pajak yang cukup besar didatangkan dari kendaraan bermotor. "Primadona itu memang pajak kendaraan bermotor. Dan inilah tulang punggung untuk pembangunan," katanya.
Hening menilai, pengumpulan pajak dari berbagai sektor yang dilakkan Pemprov Jabar, penting. Sebab, anggaran ini nantinya bisa digunakan untuk melakukan pembangunan dan menjalankan sejumlah program untuk menyejahterakan masyarakat di seluruh kabupaten/kota.
"Membahayakan kalau target pendapatan tidak tercapai. Akan muncul pembiayaan pembangunan yang tidak terbayar. Makanya, sekarang kita buat program pembebasan pajak kendaraan bermotor," papar Hening.
Bependa Jabar, kata dia, saat ini berencana memberlakukan pembebasan denda pajak dan pengurangan pokok pajak kendaraan bermotor. Program ini diberlakukan agar masyarakat yang selama ini menunggak pajak kendaraan bermotor bisa membayar kewajibannya.
Program ini, kata dia, berlaku mulai 10 November hingga 10 Desember 2019, yang digulirkan untuk mengejar target pendapatan dari pajak kendaraan. Target uang yang terserap dari program ini ditaksir mencapai Rp 800 miliar.
"Nantinya, penunggak hanya perlu membayar empat tahun pokok pajak tanpa denda," katanya.
Hening mengatakan, pembayaran pajak kendaraan yang sudah lama menunggak rencananya akan dilakukan selama satu bulan, dari 10 November sampai 10 Desember. Kendaraan yang bisa dapat amnesti ini hanya mereka yang telah menunggak pajak terhitung lima tahun ke atas.
"Sudah lima tahun atau lebih sampai 10 tahun nggak bayar. Jadi dapat semacam amnesti gitu ya, cukup bayar 4 tahun pokoknya saja, denda nggak usah,” katanya.
Sedangkan mereka yang tidak membayar denda kendaraan selama lima tahun, kata dia, tetap harus membuat surat tanda nomor kendaraan (STNK) baru. Dana untuk membuat STNK tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Jadi ketika ganti STNK kan harus ke kantor Induk, nah itu tetap bayar yang 1 tahun ke depan. Jadi yang ke belakang dipotong 1 tahun, 4 tahun saja (bayarnya) denda semua dikosongkan,” katanya.
Saat ini, kata dia, ada sekitar 4,9 juta kendaraan bermotor yang tidak melakukan daftar ulang (STNK) di Jabar. Namun, jumlah tersebut masih bisa berkurang dengan berbagai faktor seperti kehilangan, penyitaan leasing, rusak berat.
Melihat potensi pendapatan pajak itu, Hening menargetkan pemasukan mencapai Rp 800 miliar dari satu bulan program tersebut. Karena, saat ini realisasi pendapatan dari sektor pajak baru mencapai 83 persen dari target Rp 20 triliun.
https://ift.tt/34LfcXt
November 10, 2019 at 08:41AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pajak Kendaraan di Jabar Belum Penuhi Target"
Post a Comment