Search

Ihwal Dewan Pengawas KPK

Dewan Pengawas mesti bersifat terbuka untuk dapat diawasi oleh siapapun.

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh: Muhammad Ichsan Kabullah*

Keberadaan Dewan Pengawas KPK yang sempat menimbulkan polemik, akhirnya dilantik Jumat, 20 Desember 2019. Pilihan Presiden terhadap lima nama Dewan Pengawas yakni Tumpak H. Panggabean, Albertina Ho, Artidjo Alkostar, Harjono, dan Syamsudin Haris disambut positif oleh banyak pihak. Pesimisme publik terhadap hadirnya Dewan Pengawas berbalik menjadi harapan baru bagi agenda pemberantasan korupsi di Indonesia. Lalu apakah harapan tersebut layak disematkan kepada Dewan Pengawas?

Patut disadari bahwa pasca revisi UU KPK yang baru yakni UU Nomor 19 Tahun 2019, otoritas yang dimiliki Dewan Pengawas terkesan lebih kuat dibandingkan komisioner KPK. Dewan Pengawas memiliki tugas untuk melakukan pengawasan tugas dan wewenang KPK, memberi izin penyadapan, penggeledahan dan penyitaan, serta menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh pimpinan KPK. Artinya, pendulum otoritas di KPK yang pada awalnya dimiliki tunggal oleh komisioner telah bergeser kepada Dewan Pengawas.

Meskipun Dewan Pengawas telah diisi sosok yang diakui kapasitas dan kompetensinya secara luas dalam agenda pemberantasan korupsi, integritas pada Dewan Pengawas perlu dipastikan tegak dalam aturan baku organisasi di KPK itu sendiri. Apalagi tugas Dewan Pengawas kedepan tidaklah mudah mengingat persoalan kompleks pemberantasan korupsi seperti peraturan perundangan yang semakin melemahkan KPK, wacana omnibus law yang ingin menghapus hukuman penjara bagi pengusaha nakal, dan lain-lain.

Soliditas dalam Dewan Pengawas mutlak dibutuhkan dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut. Setidaknya terdapat tiga tantangan yang akan dihadapi oleh Dewan Pengawas di awal masa tugasnya.

Tantangan Dewan Pengawas
Pertama, kewenangan Dewan Pengawas yang begitu kuat tidak diikuti standar etik yang jelas terhadap anggotanya. Dalam UU Nomor 19 Tahun 2019, Dewan Pengawas masih dimungkinkan untuk rangkap jabatan, dan menemui terdakwa.

Hal ini berbanding terbalik dengan standar etik pegawai KPK sendiri yang tidak boleh memiliki rangkap jabatan, menemui terdakwa, dan larangan menangani anggota keluarga. Dengan ketiadaan pengaturan standar etik terhadap anggota Dewan Pengawas, praktis jaminan integritas terhadap setiap anggota Dewan Pengawas hanya bersandar dari moralitas individu itu sendiri.

Kedua, belum ada pengaturan yang jelas terkait siapa yang memiliki kewenangan langsung untuk mengontrol Dewan Pengawas. Dalam Pasal 37B ayat 2 dan 3 UU Nomor 19 Tahun 2019, Dewan Pengawas memang diminta untuk membuat laporan secara berkala satu kali dalam satu tahun dan disampaikan kepada Presiden dan DPR. Publik mesti menyadari laporan yang disampaikan oleh Dewan Pengawas tersebut tidak hanya memuat hal bersifat administratif semata.

Anggota Dewan Pengawas yang ditunjuk oleh Presiden dan pada periode berikutnya oleh DPR, merupakan orang-orang yang dipilih melalui proses politik, sehingga evaluasi terhadap kinerja Dewan Pengawas akan penuh dengan nilai politis pula. Hal ini, secara tidak langsung dapat mereduksi publik untuk turut serta aktif mengawasi Dewan Pengawas karena Dewan Pengawas tidak memiliki kewajiban untuk mengumumkan kinerjanya ke publik.

Ketiga, Dewan Pengawas dimungkinkan membentuk organ pelaksana pengawas dalam rangka mendukung tugas dan fungsinya sebagaimana yang diamanatkan dalam Pasal 37C UU Nomor 19 Tahun 2019. Hal ini dapat menjadi bumerang bagi KPK apabila keberadaan organ pelaksana pengawas ini menjadi tidak sinergis dengan KPK.

Apabila mengacu pada struktur organisasi KPK sendiri, fungsi pengawasan selama ini dilakukan oleh Kedeputian Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat (PIPM) yang memiliki tugas. Dengan hadirnya Dewan Pengawas beserta organ pelaksananya, maka proses pengawasan di internal KPK dapat saja mengalami tumpang tindih antara Dewan Pengawas dan Kedeputian Bidang PIPM.

Agenda Awal
Berangkat dari tiga tantangan diatas, penting kiranya untuk membuat Dewan Pengawas KPK bekerja dalam sistem kerja yang sistematis, transparan dan akuntabel. Apalagi beberapa tugas Dewan Pengawas terlampau jauh mengawasi KPK hingga ke level teknis sehingga akan berimplikasi langsung pada proses hukum yang terjadi. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut.

Pertama, Dewan Pengawas perlu membangun standar etik yang jelas. Selama ini kita terpaku bahwa standar etika dalam penegakan hukum hanya bisa dilakukan melalui formalisasi aturan. Padahal, menurut Jimly (2014), positivisasi etika tidak bisa langsung ditegakkan secara konkret dalam praktek karena pada hakikatnya yang terpenting bagaimana sejauh mana standar moral itu eksis dalam kehidupan keseharian. Dengan kata lain, moralitas bukan hanya dipahami hanya secara normatif namun sebagai sesuatu yang fungsional.

Untuk itu, Dewan Pengawas mesti bersifat terbuka untuk dapat diawasi oleh siapapun sehingga penegakan etika betul-betul terjadi. Dengan bersifat terbuka maka Dewan Pengawas telah bekerja dalam sistem yang transparan dan akuntabel karena mereka pada hakikatnya mereka bertugas mewakili publik untuk mengawal proses berjalannya KPK dengan baik.

Kedua, menyadari bahwa kinerja Dewan Pengawas perlu dipertanggungjawabkan kepada Presiden dan DPR, mekanisme pertanggungjawaban Dewan Pengawas perlu dibuat secara terukur dan akuntabel. Terukur dimaknai bahwa mekanisme pertanggungjawaban Dewan Pengawas berangkat dari standar yang jelas dan bisa diukur parameternya secara jelas misalnya dalam memutuskan suatu kasus yang di SP3. Adapun akuntabel adalah mekanisme pertanggungjawaban Dewan Pengawas harus bisa diakses oleh masyarakat.

Ketiga, Dewan Pengawas perlu memiliki pembagian kerja yang jelas baik dengan struktur yang ada saat ini di KPK serta kedepan dengan organ pelaksana pengawas. Pembagian kerja ini dalam upaya membangun sinergitas ditubuh KPK.

Kini dukungan publik terhadap KPK telah disandarkan kepada Dewan Pengawas. Nama-nama terbaik telah mengisi sebagai panggilan nurani. Terlepas dari berbagai keterbatasan yang ada, kita perlu mengucapkan selamat bekerja.

* Dosen FISIP Universitas Andalas & Peneliti Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Universitas Andalas

Let's block ads! (Why?)



https://ift.tt/2EQ09kC

December 24, 2019 at 08:24AM

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Ihwal Dewan Pengawas KPK"

Post a Comment

Powered by Blogger.