REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan kepada otoritas China untuk mengungkap lokasi Tashpolat Tiyip. Tiyip adalah akademisi China dari Uighur yang ditahan di sebuah lokasi yang tidak diketahui.
Dilansir Anadolu Agency, Jumat (27/12), keberadaan Tiyip tidak diketahui sejak mantan presiden Universitas Xinjiang ditahan pada 2017 saat bepergian ke sebuah konferensi di Jerman. Para ahli HAM dari PBB itu mengkhawatirkan situasinya karena ada laporan bahwa ia telah dijatuhi hukuman mati.
Dalam pernyataannya, para pakar itu juga mendesak agar tempat penahanannya diumumkan dan keluarganya harus diizinkan untuk mengunjunginya. Pernyataan tersebut menyebut bahwa Tiyip dilaporkan dijatuhi hukuman mati, dengan penangguhan hukuman dua tahun, setelah dinyatakan bersalah atas tuduhan separatisme.
"Otoritas China telah mengindikasikan kepada kami bahwa Tiyip sedang diadili atas tuduhan korupsi. Seorang pengacara telah disewa oleh kerabatnya dan dia belum dijatuhi hukuman mati. Informasi bahwa Tiyip tidak dihukum mati, jika dikonfirmasi, ini adalah kabar baik," demikian pernyataan para pakar dari PBB itu.
Mereka juga menyadari ketidakpastian soal tuduhan yang dilayangkan kepada Tiyip, baik itu persidangan dan hukumannya, adalah masalah yang sangat memprihatinkan. "Terutama jika informasi bahwa ia (Tiyip) dijatuhi hukuman mati adalah benar," kata mereka.
Para pakar itu juga mengatakan bahwa setiap hukuman mati yang dijatuhkan dalam kondisi yang tidak memenuhi jaminan paling ketat atas pengadilan yang adil tentu akan melanggar hukum hak asasi manusia internasional dan bersifat sewenang-wenang.
Wilayah Xinjiang barat China adalah rumah bagi sekitar 10 juta warga Uighur. Kelompok Muslim Turki membentuk sekitar 45 persen dari populasi Xinjiang.
https://ift.tt/2SshZC8
December 27, 2019 at 10:27AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pakar HAM Serukan China Ungkap Keberadaan Akademisi Uighur"
Post a Comment