
REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON -- Momen pergantian tahun, biasanya menjadi saat yang paling ditunggu oleh para pengrajin terompet di sentra pembuatan terompet Kampung Tegalan, Desa/Kecamatan Jamblang, Kabupaten Cirebon. Di momen itulah, mereka bisa meraup keuntungan dari laris manisnya penjualan terompet yang mereka produksi.
Pesanan terompet bahkan datang tak hanya dari wilayah Cirebon, namun juga dari berbagai daerah lainnya di Indonesia. Di Kampung Tegalan, misalnya, sebagian besar warganya memang memiliki usaha pembuatan terompet untuk memenuhi permintaan pada malam pergantian tahun.
Pembuatan terompet pun melibatkan seluruh anggota keluarga di rumah masing-masing. Akibat membanjirnya pesanan, para pengrajin terompet di kampung itu bahkan sudah mulai memproduksi terompet sejak lima sampai enam bulan sebelum Desember tiba.
Namun, sejak dua tahun terakhir, para pengrajin terompet di Desa Jamblang harus gigit jari. Penjualan terompet mereka menurun drastis.
Alih-alih meraup untung, usaha mereka kini lesu. Kondisi itu terjadi setelah tersebarnya kabar tentang bakteri yang terkandung dalam terompet hingga adanya tulisan Arab pada kertas yang dijadikan bahan utama pembuatan terompet.
Lesunya usaha terompet itu salah satunya seperti yang dirasakan oleh seorang pengrajin terompet di Desa Jamblang, Carti. Perempuan yang sudah menggeluti usaha pembuatan terompet selama 14 tahun tersebut, kini merana karena mengalami penurunan omset yang besar.
"Ya sepi sejak dua tahun terakhir ini," kata Carti, saat ditemui di kediamannya di Desa Jamblang, akhir pekan kemarin.
Carti menceritakan, dahulu dia bisa membuat 2.000 – 3.000 kodi terompet dalam sekali produksi. Namun, sejak beredarnya kabar soal bakteri yang disebarkan melalui terompet maupun tulisan arab pada kertas pembuat terompet, dia hanya mengeluarkan 500 kodi terompet untuk menghadapi pergantian tahun kali ini. Terompet itupun bukan diproduksi tahun ini, melainkan sisa terompet hasil produksi tahun lalu.
Dalam setiap kodi, terdapat bermacam-macam bentuk terompet. Para pengrajin memang selalu mengikuti tren dan kesukaan masyarakat dalam pembuatan terompet.
Bentuk terompet tokoh kartun Doraemon, Sponge Bob, bentuk gitar, tanjidor, naga, kupu-kupu, capung dan lainnya menjadi model yang dipilih pengrajin. Ukurannya pun berbeda-beda, ada yang besar dan kecil.
‘’Harganya juga beda-beda, tergantung bentuknya,’’ terang Carti.
Dahulu, di saat pesanan terompet datang dari mana-mana, Carti bisa mempekerjakan tujuh orang pekerja yang membantunya membuat terompet. Mereka terdiri dari lima laki-laki dan dua perempuan.
Namun, sejak penjualan terompet sepi, dia tak bisa lagi mempekerjakan pekerja. Semua pengerjaan pembuatan terompet dilakukannya sendiri. Hal itupun dilkerjakannya sambil nyambi menjaga warung miliknya.
Tak hanya pengrajin terompet, menurunnya minat masyarakat untuk membeli terompet saat malam pergantian tahun juga tergambar dari anjloknya penjualan terompet di tingkat pengecer. Biasanya, seorang pengecer bisa menjual sepuluh kodi terompet.
Saat ini pengecer hanya mampu mengeluarkan satu kodi terompet dalam menghadapi pergantian tahun. "Sekarang pengecer hanya bisa menjual terompet satu kodi saja. Padahal dulu bisa menjual sepuluh kodi terompet," tutur Carti.
Sementara itu, anak pertama Carti yang juga menggeluti usaha pembuatan terompet, Abdullah, menambahkan, terompet yang dulu paling digemari masyarakat adalah terompet berbentuk naga. Terompet bentuk tersebut dihargai Rp 100 ribu per kodi.
Abdullah mengungkapkan, munculnya isu-isu seputar terompet telah membuatnya merugi. Apalagi, dia masih menyimpan bahan baku pembuatan terompet di gudang rumahnya, yang bisa digunakan untuk membuat 1.000 kodi terompet dengan bentuk biasa. Jika dijual, terompet tersebut dihargai Rp 8.000 per kodi.
"Penjualan terompet sepi, bahan baku masih numpuk di gudang," keluh Abdullah.
Akibat sepinya penjualan terompet, Abdullah kini memilih untuk membuat dan menjual mainan anak-anak. Penjualan mainan anak-anak itupun dilakukannya hingga ke daerah Jawa Tengah.
https://ift.tt/2sPLO4N
December 23, 2019 at 09:18AM
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Pengrajin Terompet di Cirebon Merana Akibat Isu Bakteri"
Post a Comment